BAB
II
PEMBAHASAN
Pengerian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal yang sering juga
disebut “politik fiskal” atau “fiscal policy”, biasa diartikan sebagai tindakan
yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud
untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Oleh karena anggaran belanja negara
terdiri dari penerimaan berupa hasil pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat
berupa “government expenditure” dan “government transfer”, maka sering pula
dikatakan bahwa kebijakan fiskal meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa
tindakan pemperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak. Memperbesar atau
memperkecil “government expenditure” dan atau memperbesar atau memperkecil
“goverment transfer” yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain,
kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan
atau pengeluaran negara.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan
yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan Fiskal berbeda
dengan kebijaka moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara
mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.Instrumen utama kebijakan
fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Berikut adalah pengertian Kebijakan Fiskal
meurut Para Ahli :
1.
Sadono Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah
langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak
atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi.
2. Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang
pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN)
dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila
penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah
mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain;
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.
3. Sedangkaan
menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan
pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar
serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget
defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran
transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.
Kebijakan fiskal merujuk pada
kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui
pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan
pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal
adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan
keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang
terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang
tercantum dalam APBN.
Faktor utama dari kebijakan fiskal
sendiri adalah pajak dan pengeluaran pemerintah. Yang jika tingkat dan
komposisi dari kedua faktor ini berubah akan mempengaruhi vaiable-variable
seperti:
1. Permintaan
agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
2. Pola
persebaran sumber daya
3. Distribusi
pendapatan
Di Indonesia ini, selain Tax cut
(kasinambungan beban pajak) dan Spending increase (kenaikan belanja
pemerintah), ada lagi bentuk- bentuk lain dari kebijakan fiskal.
Salah satu contohnya adalah BLT
(bantuan langsung tunai), tidak sesederhana seperti yang terlihat, sebetulnya
penggunaan metode BLT itu memiliki tujuan tersendiri dari pemerintah. Tentu saja
goal akhirnya untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia dan juga
mensejahterakan rakyatnya. Dari BLT ini sesungguhnya pemerintah berharap dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat yang lalu akan berdampak pada pemningkatan
kemampuan membeli dan maka permintaan akan meningkat, yang akhirnya tercapailah
tujuan utamanya, yaitu memper baiki perekonomian Indonesia. Tapi pada
kenyataannya memang tidak semulus itu hasil yang di dapat di lapangan. Memang
ada hal hal yang luput dari perhatian pemerintah sepertinya, seperti
pendistribusiannya, dan bagaimana cara itu akan sangat rentan oleh kasus
korupsi yang tak dapat dipungkiri memang sedang marak di Negara kita ini.
Selain itu juga mental masyarakatnya yang sesungguhnya adalah akar awal yang
perlu dibenahi. Mendapat uang 100 200 ribu itu memang cukup membantu, tapi
takkan lama dan takan begitu berkembang. Malah menurut saya jatuhnya akan
malas, itu yang malah akan mungkin menjadi boomerang tersendiri. Alangkah
baiknya jika bantuan lebih kepada pelatihan, pendidikan, dan lapangan
pekerjaan. Agar mental hidup mereka lebih baik dan juga bisa berkembang meski
nantinya di lepaskan oleh pemerintah. Jadi tidak selamanya bergantung pada
pemberian pemerintah yang segitu-gitu saja. Kalo ilmu kan tidak akan habis.
Contoh lainnya juga bisa
proyek-proyek yang diadakan pemerintah. Misalnya, proyek membangun jalan raya.
Dalam proyek ini pasti dibutuhkan buruh dan pekerja lain untuk
menyelesaikannya. Jadi proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. Maka
pendapatan masyarakat juga bertambah. Nah ini terlihat lebih baik, meskipun
kalau proyek itu memang hanya untuk jangka waktu tertentu saja.
Selain itu kostumisasi APBN oleh
pemerintah dengan contoh deficit financing, yaitu anggaran dengan menetapkan
pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Waktu jaman Bung Karno metode
ini pernah dilakukan dengan cara banyak meminjam uang kepada bank Indonesia
sampai terjadi hyperinflasi. Setelah itu untuk menutup anggaran yang
defisit dipinjamlah uang rakyat, namun sayangnya tidakj cukup. Sehingga hutan
luar negeri pun harus ditempuh. Maka cara ini dinilai tidak efektif. Tapi itu
di Indonesia, karena waktu pernah amerika mengaplikasikan cara ini pada proyek
Tenesse Valley nya berhasil. Meskipun pengeluaran pemerintah bertambah, tapi
pendapatan masyarakat juga naik, sehingga yang terjadi adalah pendorongan
kegiatan ekonomi menjadi lebih bergairah.
SejarahKebijakanFiskal
•
Pada awalnya, kebijakan fiskal hanya mengarah pada
situasi yang dihadapi pada saat itu, yaitu bagaimana kebijakan fiskal tersebut
dapat mengatasi pengangguran dan juga digunakan untuk mengatasi inflasi ( pada
saat perang dunia ke II banyak negara yang
mengalami Hiperinflasi).
•
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat baru muncul pada tahun 1930-an. Sebelum tahun
tersebut, pemerintah negara-negara Kapitalis, hanya menjadikan pajak sebagai
sumber pembiayaan negara sedangkan pengeluaran pemerintah hanya dijadikan
sebagai alat untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah tanpa melihat
dampaknya terhadap perekonomian nasional baik secara mikro maupun makro.
•
Sebelum tahun 1930-an, pengeluaran pemerintah hanya
dianggap sebagai alat untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah, dan dinilai
berdasarkan atas manfaat langsung yang dapat ditimbulkan tanpa melihat pengaruh
terhadap pendapatan nasional. Sebaliknya, pajak hanya dianggap sebagai sumber
pembiayaan pengeluaran Negara dan belum diketahui pengaruhnya terhadap
pendapatan nasional.
•
Akibatnya pada masa depresi, dimana penerimaan
pemerintah menurun, maka pengeluaran pemerintah harus dikurangi. Hal ini justru
berakibat pada semakin rendahnya pendapatan nasional serta semakin lesunya
perekonomian. Kalau timbul deflasi atau inflasi, kebijakan yang dipercayai
untuk menanggulanginya adalah kebijakan moneter melalui bank sentral dan bukan
kebijakan fiskal. (Pada masa
yang dikenal dengan the great depression itulah teori kebijakan fiskal pertama
kali muncul karena tidak mampunyai kebijakan
moneter dalam menanggulang depresi. Kebijakan
moneter biasanya berguna untuk merangsang kegiatan individu dan swasta. Pada saat
terjadi pengangguran dan harga-harga turun (depresi), maka cara yang ditempuh
kebijakan moneter dapat dengan menambah uang yang beredar lewat politik
diskonto dengan menurunkan tingkat bunga,atau menurunkan dekong (reserve
requirement) atau dengan poitik pasar tebuka, dimana pemerintah membeli
surat berharga)
•
Sejak terjadinya depresi ekonomi yang melanda dunia
pada tahun 1930, negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan yang besar
dengan turunnya pendapatan pemerintah, perekonomian yang lesu, pengangguran
yang meluas, dan inflasi.
•
Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah
untuk menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai
akhirnya John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan bukunya yang terkenal “The
General Theory of Employment Interest and Money”.
•
Buku Keynes ini merupakan peletak dasar diberlakukannya
kebijakan fiskal oleh negara yang pada saat itu digunakan untuk mengatasi
depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat.
•
Dasar pemikiran tentang kebijakan fiskal adalah bahwa
pemerintah tidak dapat disamakan dengan individu dari pengaruh tindakan
masing-masing terhadap masyarakat secara
keseluruhan.
•
Umumnya para individu akan mengurangi pengeluaran
apabila penerimaannya menurun,
sedangkan pemerintah tidak harus demikian, hal ini karena apabila pemerintah
mengurangi pengeluarannya, maka
tindakan tersebut justru akan lebih menyusahkan atau memperberatjalannya
perekonomian.
•
Menurunnya
pengeluaran pemerintah akan berakibat pada menurunnya pendapatan masyarakat
sebagai objek pajak dan selanjutnya justru memperkecil penerimaan pemerintah.
Disamping itu, juga disadari bahwa dalam masa depresi, banyak dana masyarakat atau
swasta yang menganggur, sehingga peningkatan dalam pengeluaran pemerintah tidak
akan mengurangi investasi sektor swasta lewat kenaikan tingkat bunga.
•
Saat ini, kebijakan fiskal menempati posisi yang
sangat strategis dalam pembangunan perekonomian dalam sebuah negara.
Karena kebijakan fiskal mengalami perkembangan yang luas, bukan hanya saja
untuk mengatasi pengangguran, tetapi lebih luas lagi sebagai kebijakan ekonomi
luar negri (ekonomi internasional).Sehingga kebijakan fiskal sering disebut
juga sebagai “politik ekonomi”. Apa lagi kebijakan fiskal di negara-negara
maju (terutama barat) sebagai syarat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
2.2. Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1. Fungsi Alokasi, yaitu untuk
mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sedemikian
rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public goods seperti jalan, jembatan,
pendidikan dan tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati
oleh seluruhn masyarakat.
2. Fungsi Distribusi, yaitu fungsi
yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional dapat lebih merata
untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
3. Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya
keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang tinggi, tingkat
harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
memadai. ( Soediyono,R,1992,h.89 )
Tujuan Kebijakan Fiskal
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalannya
memperkecil pengeluaran konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah
(Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk
mencegah pengangguran dan menstabilkan harga, implementasinya untuk
menggerakkan pos penerimaan dan pengeluaran dalam anggran pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Dengan semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan
dan keungan. Maka semakin rumit pula cara penanggulangan infalsi. Kombinasi
beragam harus digunakan secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, perdagangan dan penentuan harga.
Adapun kebijakan fiskal sebagai
sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai
berikut :
1.
Untuk
Meningkatkan Laju Investasi
Kebijakan fiskal bertujuan
meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara.
Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan
menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus
menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public, namun pada
kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem
yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan
terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara
tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik
swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi
yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju
investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh
pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi
volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya :
a. control
fisik langsung
b. peningkatan
tarif pajak yang ada
c. penerapan
pajak baru
d. surplus dari
perusahaan Negara
e. pinjaman
pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan
f. keuangan
deficit.
2.
Untuk
Mendorong Investasi Optimal Secara Sosial
Kebijakan fiskal bertujuan untuk
mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini
memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara
secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya
invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih
luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3.
Untuk
Meningkatkan Kesempatan Kerja
Untuk merealisasikan tujuan ini,
kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan
membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan
mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan
lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan
pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program
pengendalian jumlah penduduk.
4.
Untuk
Meningkatkan Stabilitas Ekonomi Ditengah Ketidak Stabilan Internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang
peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi
kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak
internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor
dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari
kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang
konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli
tambahan.
5.
Untuk
Menanggulangi Inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk
menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung
progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini
cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam
proses inflasi.
6.
Untuk
Meningkatkan Dan Mendistribusikan Pendapatan Nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan
untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan
pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih
tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah
seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai
sektor perekonomian.
Jenis-jenis Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori,
yaitu:
1. Kebijakan yang Menyangkut Pembelian Pemerintah atas Barang dan Jasa
Pembelian pemerintah atau belanja
negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan
huruf “G”.Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah
daerah, dan pusat.Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya,
jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan
gaji guru sekolah.
2. Kebijakan yang Menyangkut Perpajakan
Pajak merupakan pendapatan yang
paling besar di samping pendapatan yang berasal dari migas.Baik perusahaan
maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan pembayaran pajak atas
beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan.Pajak yang dibayarkan digunakan
semata-mata untuk pembangunan negara tersebut.Kebijakan pemerintah atas
perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax
reform (pembaharuan pajak).Tax reform yang dilakukan pemerintah mengikuti
adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya pendapatan,
meningkatnya.
3. Kebijakan yang Menyangkut Pembayaran Transfer
Pembayaran transfer meliputi
kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan tunjangan pensiun. Jika
dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja pemerintah tetapi
sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen “G” di dalam
perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan
merupakan pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut
bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi
pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena
PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta
pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung
sebagai bagian dari belanja pemerintah.
Salah satu gagasan utama Keynes pada
tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk
menstabilkan tingkat keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik menurut
Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan
fiskal yaitu:
- Kebijakan
fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan pengeluaran
untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
- Kebijakan
fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran
untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah
tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan
maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat
meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya
beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh
baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi
tabungan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan
dalam jangka pendek mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan
jasa.
Macam-macam Kebijakan
Anggaran/Fiskal
- Pembiayaan fungsional
Pembiayaan pengeluaran pemerintah
ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak langsung berpengaruh terhadap
pendapatan nasional.Tujuan utama adalah meningkatkan kesempatan kerja
(employment).Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan untuk menigkatkan
penerimaan pemerintah, namun untuk mengatur pengeluaran dari pihak swasta.Untuk
menekan inflasi, maka diatasi dengan kebijakan pinjaman.Jika sektor pajak dan
pinjaman tidak berhasil, maka tindakan pemerintah adalah mencetak uang.Jadi,
dalam hal ini, sektor pajak dengan pengeluaran pemerintah terpisah.
- Pengelolaan Anggaran
Penerimaan dan pengeluaran dengan
perpajakan dan pinjaman adalah paket yang tidak bisa terpisahkan.Dalam
penjelasan Alvin Hansen, untuk menciptakan anggaran yang berimbang, maka
diperlukan resep bahwa jika terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit,
dan jika terjadi inflasi maka ditempuh anggaran belanja surplus.
- Stabilisasi Anggaran Otomatis
Dalam stabilisasi anggaran ini,
diharapkan terjadi keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah
tanpa adanya campur tangan langsung pemerintah yang disengaja.Dalam hal ini,
pengeluaran pemerintah ditekan pada asas manfaat dan biaya relatif dari setiap
paket program.Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran
belanja surplus dalam kesempatan kerja penuh.
- Anggaran Belanja Seimbang
Kebijakan anggaran belanja yang
dianut masing-masing negara dapat berbeda-beda, tergantung pada keadaan dan
arah yang akan dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjangnya. Berikut
beberapa cara yang dapat ditempuh negara dalam mencapai manfaat tertinggi dalam
mengelola anggaran.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah
penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi
empat jenis, yaitu :
- Kebijakan Anggaran berimbang
Pengeluaran (belanja) dengan
penerimaan sama. Keadaan seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan anggaran.
Dalam hal ini, pengeluaran disesuaikan dengan kemampuan.
- Kebijakan Anggaran Surplus
Tidak semua penerimaan negara
dibelanjakan. Sehingga memungkinkan adanya tabungan pemerintah.Anggaran ini
tepat diterapkan saat keadaan ekonomi mengalami inflasi.
- Kebijakan Anggaran Defisit
Anggaran disusun sedemikian rupa
sehingga pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Anggaran ini dapat
mengakibatkan inflasi karena untuk menutup inflasi, pemerintah harus meminjam
atau mencetak uang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sering disebut budget. Budget pada hakikatnya adalah rencana
kerja pemerintah yang akan dilakukan dalam satu tahun yang dituangkan dalam
angka – angka rupiah.
- KebijakanAnggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu
kebijakan anggaran dengan cara terus menambah jumlah penerimaan dan
pengeluaran sehingga semakin lama semakin besar (tidak statis).
Tugas – tugas pemerintah bukan hanya sebagai lembaga
pelayanan untuk menjaga dan melindungi masyarakat namun juga sebagai pengatur
kegiatan ekonomi dan perdagangan sehingga anggaran (budget) harus mampu
memperkecil pengaruh gejolak pasang surut ekonomi nasional.
Politik Anggaran
1. Anggaran Defisit (Defisit
Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus
Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced
Budget)
Anggaran
berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian
anggaran serta meningkatkan disiplin.
Tujuan
kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi
pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y)
dan tingkat kesempatan kerja (N).
EfektivitasKebijakanFiskal
Kebijakanfiskaldikatakanefektifapabilamampumengubahtingkatbunga
(r) dan output sesuai dengan yang diinginkanpemerintah.
Pengaruhkebijakanfiskalthd output keseimbangan, pertama-pertamaterjadimelaluipengaruhnyathdkeseimbanganpasarbarangdanjasa.
Sebagaimana diyakini pemerintah,
dampak berarti dari krisis keuangan global akan kian terasa hingga medio 2009,
setelah itu pertumbuhan ekonomi Indonesia secara perlahan akan pulih secara
bertahap.
Krisis keuangan global menjadi
ancaman besar bagi upaya menciptakan pembangunan ekonomi yang berkarakter 3P
(pro-growth, pro-job, dan pro-poor). Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi
pada 2009 dapat mencapai 5% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun
2008 yang diperkirakan mencapai 6,2%. Optimisme pemerintah memangkas laju
pertumbuhan ekonomi yang relatif moderat di tahun 2009 didasarkan atas dua
alasan.
Pertama, adanya ruang gerak ekspansi
fiskal yang besar sebagai dampak dari sisa anggaran di tahun 2008 yang mencapai
Rp52,3 triliun. Kedua, pesta demokrasi (pemilihan anggota legislatif dan
presiden) yang diprediksi akan mampu mendorong permintaan dari berbagai sektor.
Disadari atau tidak,optimisme di tahun 2009 juga terlahir dari turunnya
ekspektasi inflasi yang menjadi semacam blessing in disguise.
Sebagaimana diketahui, krisis global
akan menurunkan permintaan dunia untuk segala produk dan hal ini dapat menjadi
berita baik untuk meredam inflasi domestik yang berasal dari imported inflation
seperti turunnya harga minyak dunia, minyak sawit, dll.Turunnya laju inflasi
tidak hanya baik bagi tanda (signaling) turunnya suku bunga, tapi juga bagi
penduduk miskin ataupun mereka yang berada di batas garis kemiskinan.
a.
Stimulus Fiskal
Pemerintah juga telah menetapkan
empat strategi kebijakan untuk memperlunak dampak krisis global, yaitu
memperkuat ketahanan sektor keuangan, melakukan konsolidasi fiskal, memberikan
stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, dan mempercepat pembangunan
infrastruktur.
Dengan pertimbangan bahwa stimulus
fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan haruslah pada sisi meminimalkan
dampak krisis global terhadap naiknya angka kemiskinan dan pengangguran.
Pemerintah telah berencana memberikan pajak pertambahan nilai ditanggung
pemerintah terhadap 17 industri dengan nilai Rp9 triliun lebih, tarif impor
ditanggung Rp2,4 triliun, belanja modal untuk infrastruktur yang mencapai
paling tidak Rp72 triliun, dan Rp4,9 triliun digunakan untuk biaya pembebasan
lahan.
Dengan demikian, total biaya yang
dikeluarkan sebagai respons dari krisis sebesar Rp88,3 triliun. Bagian tersulit
dalam menjalankan stimulus fiskal adalah menjamin efektivitas kebijakan,
termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok mana yang mendapat keuntungan
dan kerugian (benefit and cost).
Dalam situasi krisis, stimulus
fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan kesenjangan pendapatan.
Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda yang perlu dipikirkan
secara matang.Namun,hal ini jelas tidak mudah karena pengambil kebijakan
cenderung mengambil sikap akomodatif bagi semua sektor karena lebih minim
risiko, terutama dari aspek ekonomi politik.
b.
Pengangguran
Sebagaimana diketahui menurut data
BPS, hingga semester kedua tahun 2008, angka pengangguran terbuka masih
menunjukkan penurunan seiring dengan penciptaan lapangan kerja baru sebesar
2,62 juta orang antara Agustus 2007 dan Agustus 2008.
Hal ini mengindikasikan bahwa krisis
global belum berdampak negatif terhadap serapan tenaga kerja paling tidak
hingga medio 2008. Namun, angka setengah pengangguran menunjukkan peningkatan
hingga 2 juta orang dalam dua tahun terakhir ini. Hal ini menandakan bahwa
risiko naiknya angka pengangguran masih akan besar. Paling tidak ada tiga
alasan yang mendorong hal ini terjadi.
Pertama, turunnya pertumbuhan
ekonomi menandakan adanya penurunan kapasitas produksi nasional dan hal ini
pasti akan menambah angka pengangguran. Kedua, tingginya angka pemutusan
hubungan kerja akan memaksa intensitas pencarian pekerjaan semakin besar,
termasuk dalam hal ini pengangguran yang berada di kelompok pengangguran
sukarela. Ketiga, pengangguran juga akan berasal dari kelompok pencari kerja
baru yang sebelumnya masuk kategori bukan angkatan kerja.
Sebagaimana diketahui, dalam dua
tahun terakhir ini, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah
perdagangan dengan tingkat penciptaan kesempatan kerja mencapai 2 juta orang,
disusul jasa kemasyarakatan sebesar 1,74 juta.Pada sisi lain, sektor yang merupakan
kantong pengaman, yaitu sektor pertanian, hanya mampu menciptakan kesempatan
kerja baru sebanyak 190.000 orang. Dengan demikian fenomena pengangguran
terbesar akan dialami sektor jasa yang paling banyak menyerap tenaga kerja
dibandingkan dengan sektor pertanian dan industri.
c.
Kemiskinan
Terlepas dari banyaknya kelemahan
dari sisi pengukuran angka kemiskinan, terutama dari sisi pengukuran garis
kemiskinan, data BPS menunjukkan persentase penduduk miskin pada 2008 merupakan
angka terkecil sejak krisis ekonomi 1997/1998.Namun, pengukuran garis
kemiskinan berdasarkan angka USD1 dan USD2, memperlihatkan lonjakan angka
kemiskinan yang sangat besar.
Hal ini menandakan bahwa angka
kemiskinan di Indonesia sangat sensitif terhadap garis kemiskinan yang menjadi
basis. Demikian pula fenomena kemiskinan di Indonesia bercirikan tingginya
kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin. Pada sisi lain, masalah
kemiskinan nonpendapatan (non-income poverty) lebih serius dibandingkan dengan
kemiskinan pendapatan (income poverty).
Melihat kenyataan tersebut,
pengendalian tingkat harga dan peningkatan akses masyarakat terhadap
infrastruktur dasar,khususnya pendidikan dan kesehatan, menjadi obat mujarab
untuk lebih melindungi kelompok miskin dan rawan miskin.
Pada akhirnya efektivitas stimulus
kebijakan fiskal akan sangat tergantung pada tiga elemen, yaitu penekanan
lonjakan pengangguran di sektor jasa, pemberian bantuan langsung bagi kelompok
miskin,dan perbaikan infrastruktur dasar.
2.5. Pengaruh
Risiko Kebijakan Fiskal.
Resiko Fiskal
didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh
sesuatu di luar kendali Pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu
untuk empat tujuan strategis, yaitu :
i. Peningkatan kesadaran seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan fiskal
ii. Meningkatkan keterbukaan fiskal
iii. Meningkatkan tanggung jawab fiskal
iv. Menciptakan kesinambungan fiskal
Resiko Fiskal
dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1. Resiko Ekonomi Makro
Dalam
penyusunan APBN indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar
penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat
Bank Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting
minyak. Indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan
penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN.
Secara umum sumber resiko fiskal yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal
dari dua resiko utama, yakni inflasi dan harga minyak.
a. Inflasi.
Pemerintah memproyeksikan angka inflasi tahun 2012 berkisar antara 3,5-5,5
persen. Sementara itu menurut IMF dalam World Economic Outlook per April 2012,
inflasi diperkirakan sebesar 5,85 persen. Angka ini lebih tinggi daripada
realisasi inflasi tahun 2010 dan lebih rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan
demikian angka proyeksi pemerintah masih sejalan dengan kecendrungan penurunan
angka inflasi. Meskipun angka inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi
resiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b. Harga
Minyak. Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel
s/d US$95 per barel, angka tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak
dipasaran dunia.
2. Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan
resiko utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan
biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak
terkendali pada masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri
dari empat, diantaranya :
a. Resiko
pasar ini terdiri dari resiko nilai tukar, resiko tingkat bunga dan resiko
likuiditas yag timbul sebagai akibat dari ketidakpastian kondisi pasar keuangan
yang dinamis. Resiko nilai tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman
luar negeri, sedangkan resiko tingkat bunga bersumber dari pinjaman luar negeri
berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan.
b. Sedangkan
resiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang
pada tahun/ periode tertentu.
c. Resiko
operasional
Resiko
operasional adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses
bisnis dan sistem diunit terkait. Serta yang ditimbulkan oleh aspek legal.
Resiko ini antara lain dapat berupa gagal bayar akibat kelalaian manusia atau
kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan sorvereign credit rating.
d. Resiko
Reputasi
Resiko
Reputasi merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut
pandang investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian
dan konsistensi penerapan strategi pengelolaan utang.
3. Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban
kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu
dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam
kendali pemerintah. Kewajiban kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko
fiskal bersumber dari pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas
proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan
tabungan hari tua pegawai negeri.
4. Desentralisasi Fiskal
Kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia. Dalam hal
pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif
sebagaimana yang diharapkan ternyata juga berpotensi menimbulkan resiko fiskal.
Resiko Fiskal dari desentarlisasi fiskal
diantaranya, bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah
daerah atas pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening
pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah.